Batamramah.com, Natuna - Kabupaten Natuna adalah gugusan
pulau yang menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Riau. Letaknya di Laut China
Selatan, dan menjadi wilayah terluar dari Indonesia dan termasuk terutara
bersama dengan Miangas di Sulawesi Utara.
Kabupaten itu punya kekayaan laut yang melimpah dan panorama
alam yang mempesona. Namun, di balik segala keindahan itu, masyarakatnya
menyimpan kisah sunyi tentang keterbatasan dan ketimpangan.
Akses ke Natuna tidak mudah, logistik terbilang mahal, dan
pembangunan seringkali datang terlambat. Kondisi ini membuat investor enggan
menanamkan modal, dan pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi pun berjalan lambat,
hingga nyaris tak terdengar.
Bagi banyak anak muda Natuna, harapan untuk mendapatkan
pekerjaan layak di tanah kelahiran mereka sendiri hampir seperti mimpi.
Sebagian besar mereka memilih merantau, mengadu nasib ke kota-kota besar.
Sebagian lainnya bertahan dan menggantungkan harapan pada pengadaan ASN yang
terbatas.
Namun, pada bulan enam 2025, secercah cahaya itu mulai
muncul. Bukan dari industri besar, bukan dari ladang minyak dan gas, melainkan
dari tempat sederhana yang hangat yakni sebuah dapur. Dapur yang menghadirkan
harapan baru melalui program yang dikenal dengan nama Makan Bergizi Gratis
(MBG).
Dapur pertama, harapan pertama
Pada minggu kedua Juni, dapur pertama MBG di Kabupaten
Natuna resmi beroperasi. Letaknya di Batu Hitam, sebuah kawasan kecil yang kini
menjadi simbol perubahan besar.
Di dapur ini, sekitar 47 warga lokal mulai bekerja, memasak,
membungkus, hingga mengantar makanan bergizi untuk anak-anak di 10 sekolah di
setiap jenjang di Kecamatan Bunguran Timur serta balita, ibu menyusui, dan ibu
hamil, dengan total sasaran lebih dari 3.800 penerima manfaat.
“Dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Batu
Hitam ini telah beroperasi dan menjadi dapur perdana yang melayani Natuna,
khususnya di beberapa sekolah di Kecamatan Bunguran Timur,” ucap Kepala SPPG
Batu Hitam Lutshia Widi Febiana.
Program MBG bukan sekadar proyek, melainkan ikhtiar
pemerintah untuk menghidupkan kembali harapan di tanah yang selama ini terasa
dilupakan.
MBG kini menjadi pusat harapan bagi warga lokal yang kini
memiliki penghasilan, bagi pemuda yang tidak lagi harus meninggalkan kampung
halamannya demi mencari pekerjaan.
Ini baru permulaan, karena dua dapur tambahan akan segera
dibangun sebelum 2025 berakhir, yang tentunya membuka peluang kerja dan
menghidupkan denyut ekonomi lokal.
Negara turun tangan
Menyadari potensi besar dan pentingnya percepatan
pembangunan dapur MBG di daerah. Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Surat
Edaran Nomor 400.5.7/4072/SJ terkait percepatan penyelenggaraan program MBG di
daerah. Surat ini mendorong pembentukan Satuan Tugas Percepatan Program MBG di
tingkat daerah.
Satgas ini bertugas mengawal setiap tahapan dari pendataan
penerima manfaat, penentuan lokasi dapur, pengadaan bahan pangan yang aman,
hingga kelancaran distribusi makanan.
Surat Keputusan pembentukan satgas ini telah diproses oleh
Pemkab Natuna pada akhir Juli, dan kini menjadi komponen penting dalam
kelancaran implementasi program MBG.
Pemkab Natuna telah menentukan 19 titik ideal menjadi lokasi
pendirian dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Penentuan titik
berdasarkan jarak, jumlah sebaran sekolah dan kenyamanan serta keamanan dalam
proses distribusi MBG ke penerima manfaat.
Sebanyak 19 SPPG ini menjadi lembaga yang menyediakan MBG
tidak kurang atas 25 ribu jiwa dari semua jenjang dan bisa mencapai lebih dari
28 ribu jiwa apabila ditambah dengan jumlah balita, ibu hamil, dan ibu
menyusui.
Rezeki untuk petani dan nelayan
Tidak hanya membuka lapangan kerja di dapur, tetapi juga
menghadirkan peluang besar bagi sektor hulu petani dan nelayan. Inilah
ekosistem baru yang tengah dibangun oleh pemerintah yakni ekonomi kerakyatan
berbasis pangan lokal.
Menu makanan dalam program MBG dirancang dengan prinsip
kedaulatan pangan, di mana sayuran, beras, ikan, dan jenis pangan lainnya yang
disajikan di dapur MBG diupayakan berasal dari tanah dan laut milik daerah
setempat.
Para petani yang dulu sulit menjual hasil panen kini
menemukan pasar yang stabil. Kini hasil jerih payah mereka akan sampai ke
piring anak-anak sekolah yang butuh gizi.
Sementara para nelayan, yang biasanya hanya menjual hasil
tangkapan dengan harga murah ke luar daerah, kini bisa menjual ikan segar
langsung ke dapur MBG dengan harga lebih adil.
"Tugas satgas pangan ini juga meliputi membantu BGN
memenuhi kebutuhan pangan di setiap SPPG atau dapur, dengan mengedepankan
produk lokal," kata Sekda Natuna Boy Wijanarko yang ditunjuk sebagai Ketua
Satgas Percepatan Program MBG di Natuna.
Cerita dari Natuna adalah gambaran nyata bagaimana sebuah
kebijakan mampu menyentuh sisi terdalam masyarakat.
MBG bukan sekadar program bantuan makanan, tetapi sebuah
langkah nyata dalam membangun kemandirian ekonomi rakyat. Ia menyatukan negara
dan rakyat dalam satu meja makan, meja tempat anak-anak belajar kenyang,
ibu-ibu merasa dihargai, dan petani serta nelayan melihat harapan.
Program MBG juga menjadi jawaban atas janji besar Wakil
Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, tentang penciptaan 19 juta lapangan
pekerjaan.
Melalui dapur, ladang, dan laut, menghasilkan pundi-pundi
keuntungan, terutama di daerah-daerah yang selama ini luput dari sorotan.
Sumber: Antaranews.com