Batamramah.com, Natuna - Langit pagi di atas Masjid Agung
Baitul Izzah Natuna membentang cerah, menyambut hari yang tak biasa. Namun,
secerah apapun langit hari itu, tak mampu mengalahkan sinar yang terpancar dari
wajah-wajah 57 Jamaah Calon Haji (JCH) asal perbatasan Indonesia ini. Ada
kebahagiaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, dan ada haru yang
menggantung di pelupuk mata mereka.
Di antara mereka, ada tokoh ternama, pejabat, dan
orang-orang berkecukupan, ada juga orang-orang sederhana, petani yang setiap
hari bergumul dengan tanah, buruh yang tangannya penuh kapalan, marbot masjid
yang ikhlas mengurus rumah Allah, serta ibu rumah tangga yang selama ini
menyimpan harapan dalam diam. Mereka semua satu dalam impian, menjejakkan kaki
di Tanah Suci, menatap kakbah yang selama ini hanya hadir dalam sujud dan doa.
Impian mereka tidaklah murah, bukan pula jalan yang mudah.
Mereka telah merajut harapan itu selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun,
dengan kesabaran yang luar biasa. Setiap rupiah dikumpulkan, dengan mengurangi
kebutuhan sehari-hari, menyisihkan sedikit dari hasil kebun, hasil laut, atau
gaji bulanan yang tak seberapa.
Mungkin ada yang menjual perhiasan kenangan pernikahan, ada
pula yang menjual ternak satu-satunya, bisa juga ada yang menjual tanah
warisan, satu-satunya aset yang dimiliki, hanya demi satu mimpi, bisa sujud di
hadapan kakbah sebelum menutup usia, bagi umat Islam harta duniawi akan
ditinggal, namun ibadah haji akan menjadi kekal.
Tantangan transportasi
Senyum cerah itu sesungguhnya mulai merekah sejak kabar
bahagia menyebar, bahwa Pemkab Natuna melalui Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) menanggung berbagai kebutuhan keberangkatan, mulai biaya
pemeriksaan kesehatan, transportasi, kelebihan bagasi, hingga akomodasi seperti
tempat tinggal, makanan, dan minuman. Semuanya disiapkan dengan penuh
perhatian.
Natuna bukan wilayah biasa. Ia adalah gugusan pulau di ujung
utara Indonesia. Akses ke sana bukan perkara mudah. Transportasi laut memang
tersedia, tapi perjalanannya panjang dan membuat lelah, paling cepat satu hari
dua malam, kadang lebih, tergantung cuaca. Harganya memang terjangkau, hanya
ratusan ribu. Namun fisik para calon haji, yang rata-rata sudah berusia lanjut,
tentu tidak bisa dipaksakan, belum lagi risikonya, jika laut meradang kapal
terpaksa terus bersandar di pelabuhan, sebab jika dipaksa seperti bertaruh
nyawa.
Alternatif lainnya transportasi udara. Cepat, nyaman, dan
aman. Tapi biayanya tidak sedikit lebih dari Rp2 juta sekali jalan, jumlah ini
melebihi setengah dari Upah Minimum Kabupaten (UMK) Natuna, dan lebih besar
dari gaji pokok honorer Pemkab Natuna. Bimbang, mungkin kata yang cukup
menggambarkan situasi ini, JCH tidak tahu harus memilih yang mana. Tapi semua
kegalauan itu sirna saat Pemkab Natuna memastikan bahwa seluruh biaya
ditanggung mereka.
Namun, satu syarat memang harus dipenuhi, JCH harus
berangkat lebih awal yaitu pada Selasa (29/4) karena hanya pada hari itu
penerbangan memadai tersedia. Kabar itu mungkin kembali membuat jamaah kembali
gundah, karena masa tunggu yang harus mereka tempuh di Kota Industri itu tentu
membutuhkan biaya tambahan, seperti tempat tinggal dan konsumsi di sebelum
keberangkatan.
Kegalauan segera sirna usai Pemkab Natuna kembali
menunjukkan kepedulian. Mereka juga menanggung seluruh biaya penginapan dan
konsumsi para jamaah haji selama beberapa hari, hingga mereka resmi masuk
asrama haji di awal Mei 2025 ini. Bantuan yang mungkin terlihat kecil bagi
sebagian orang, namun bagi para calon jamaah haji, bantuan tersebut menjadi
sebuah jembatan yang mengantarkan mereka menuju Baitullah.
Bantuan juga sebenarnya telah diberikan Pemerintah Pusat
dengan mensubsidi biaya Penyelengaraan Ibadah Haji (BPIH) dari di atas Rp80
juta menjadi kurang lebih Rp55 juta, dengan demikian sekitar Rp33 juta untuk
per orang pemerintah tanggung.
Tidak berhenti di situ, Pemerintah Pusat melalui Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia menanggung biaya vaksin polio dan meningitis untuk
jamaah yang wajib diberikan sebelum berangkat ke Tanah Suci.
Vaksin ini disuntikkan langsung oleh petugas Kesehatan dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna usai vaksin yang dikirim kementerian tiba di
ujung Utara, dengan tujuan menjaga kesehatan para jamaah.
Selain itu, TNI, Polri dan BPJS Kesehatan di Natuna juga
mengambil peran dalam memudahkan JCH menjalankan ibadah, dengan cara
masing-masing, TNI yaitu Lanud RSA Natuna menyediakan bus untuk membawa jamaah
dari Masjid Agung ke Bandara Ranai, Kepolisian memberikan pengamanan selama di
jalan, dan BPJS Kesehatan memastikan peserta terlindungi oleh Jaminan Kesehatan
Nasional.
"Pemerintah menanggung biaya pemeriksaan kesehatan,
transportasi pulang pergi dari Natuna ke Batam, kelebihan bagasi 15 kilogram,
termasuk penginapan di Asrama Haji serta makan dan minum sebelum resmi
masuk," ucap Kepala Bagian Kesra Sekda Natuna, Sudirman.
Bantuan itu mungkin tampak kecil di mata sebagian orang.
Tapi bagi mereka yang hidup di batas negeri, bantuan itu adalah jembatan yang
tak ternilai. Jembatan menuju Baitullah, jembatan yang menghubungkan antara
mimpi dan kenyataan.
Sentuhan yang menguatkan
Tak hanya bantuan fisik, motivasi dan perhatian emosional
pun diberikan. Di tengah padatnya jadwal, Bupati Natuna, Cen Sui Lan, perempuan
pertama yang memimpin kabupaten ini, menyempatkan diri menyapa para jamaah
secara langsung di Asrama Haji Batam.
Pesan yang beliau sampaikan mungkin terdengar sederhana,
seperti meminta jamaah menjaga kesehatan, saling bantu, dan utamakan jamaah
lansia. Tapi di balik kata-kata itu ada ketulusan. Ada keyakinan bahwa ibadah
haji bukan hanya perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan spiritual dan
sosial. Di situlah jamaah belajar menguatkan diri, juga menguatkan satu sama
lain.
Motivasi serupa telah lama disampaikan oleh tokoh-tokoh
agama dan pemerintah daerah. Harapannya satu, semua jamaah pergi dalam keadaan
sehat dan pulang ke tanah air dengan selamat, jiwa dan raga.
Kepala Kementerian Agama Natuna, Subadi, mengabarkan bahwa
seluruh jamaah telah tiba di Tanah Suci dalam keadaan sehat. Sebuah kabar yang
membuat seluruh masyarakat Natuna ikut berbahagia.
Kisah ini bukan hanya milik 57 jamaah calon haji dari
Natuna. Ini adalah cermin perjuangan umat Islam di seluruh pelosok negeri yang
bermimpi menunaikan rukun Islam kelima. Perjalanan mereka adalah pengingat
bahwa impian suci bisa terwujud dengan kesabaran, doa, dan gotong royong.
Mungkin kita hidup di kota besar dengan akses yang lebih
mudah, fasilitas yang lebih lengkap, dan ekonomi yang lebih baik. Tapi semangat
dan keteguhan hati mereka di perbatasan memberi pelajaran besar, bahwa
berangkat haji bukan sekadar soal mampu secara finansial, tapi soal kesiapan
jiwa dan tekad yang tak tergoyahkan.
Maka, mari kita ambil bagian. Entah dengan membantu secara
materi, mendoakan, atau bahkan hanya dengan menyebarkan kisah-kisah inspiratif
seperti ini. Karena setiap langkah mereka menuju Tanah Suci, adalah langkah
kita juga menuju keberkahan.
Baitullah bukan hanya rumah Allah, tapi rumah tempat
harapan-harapan manusia bermuara. Jangan pernah ragu untuk bermimpi ke sana,
karena Allah tidak pernah menutup pintu-Nya bagi yang bersungguh-sungguh.
Sumber: Antaranews.com